Kasus 2
Kasus sembilan dari sepuluh KAP yang melakukan audit terhadap sekitar 36 bank bermasalah ternyata tidak melakukan pemeriksaan sesuai dengan standar audit. Hasil audit tersebut ternyata tidak sesuai dengan kenyataannya sehingga akibatnya mayoritas bank-bank yang diaudit tersebut termasuk di antara bank-bank yang dibekukan kegiatan usahanya oleh pemerintah sekitar tahun 1999. Dalam hal ini kesembilan KAP itu telah melanggar standar audit sehingga menghasilkan laporan yang menyesatkan masyarakat, karena mereka memberi laporan bank tersebut sehat ternyata dalam waktu singkat bank tersebut bangkrut.
Kasus Mulyana W Kusuma tahun 2004, yang menjabat sebagai sebagai seorang anggota KPU diduga menyuap anggota BPK yang saat itu akan melakukan audit keuangan berkaitan dengan pengadaan logistic pemilu. Dalam kasus ini ICW melaporkan tindakan Mulyana W Kusuma kepada Majelis Kehormatan Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) dan sekaligus meminta supaya dilakukan tindakan etis terhadap anggotanya yang melanggar kode etik profesi akuntan.
Kasus KPMG-Siddharta dan Harsono yang diduga menyuap pajak telah terbukti menyogok aparat pajak di Indonesia sebesar US$ 75 ribu. Sebagai siasat, diterbitkanlah faktur palsu untuk biaya jasa profesional KPMG yang harus dibayar kliennya PT Easman Christensen, anak perusahaan Baker Hughes Inc. yang tercatat di bursa New York. Hampir saja Baker dan KPMG terseret ke pengadilan distrik Texas karena telah melanggar undang-undang anti korupsi buat perusahaan Amerika di luar negeri. Namun karena Baker memohon kebijakan dari Badan pengawas pasar modal AS dan Securities and Exchange Commission, akhirnya kasus ini diselesaikan di luar pengadilan dan KPMG pun terselamatkan.
Kasus Enron terungkap pada Desember 2001 dan terus berkembang tahun 2002. Enron, suatu perusahaan yang menduduki ranking tujuh dari lima ratus perusahaan terkemuka di Amerika Serikat dan merupakan perusahaan energi terbesar di AS jatuh bangkrut dengan meninggalkan hutang hampir sebesar US $ 31.2 milyar. Kasus Enron terdapat manipulasi laporan keuangan dengan mencatat keuntungan $600 juta padahal perusahaan rugi, dengan tujuan agar investor tetap tertarik pada saham Enron. KAP Andersen diberhentikan sebagai auditor Enron. Enron dan KAP Andersen dituduh telah melakukan kriminal dalam bentuk penghancuran dokumen yang berkaitan dengan investigasi atas kebangkrutan Enron.
Kasus 3
Kasus Suap
Kemendiknas: Jaksa Minta Hakim Tolak Eksepsi Angie
JAKARTA–Pengadilan Negara tindak pidana korupsi (Tipikor)
Jakarta kembali menggelar sidang lanjutan kasus suap Kemendiknas dan Kemenpora
dengan terdakwa Angelina Sondakh, Rabu (19/9/2012). Persidangan ini
mengagendakan tanggapan jaksa penuntut umum (JPU) komisi pemberantasan korupsi
(KPK) terhadap nota keberatan atau eksepsi.Dalam pembacaan tanggapannya, JPU KPK meminta kepada majelis hakim untuk menolak eksepsi terdakwa Angelina Sondakh atau yang akrab disapa Angie. Menurut jaksa eksepsi dari penasehat hukum terdakwa sudah masuk dalam materi perkara.
“Sehingga harus dibuktikan lebih lanjut dalam persidangan,” ujar Jaksa Agus Salim saat membacakan tanggapan Jaksa atas eksepsi terdakwa di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu.
Salah satu poin yang disorot oleh jaksa ialah eksepsi dari penasehat hukum mengenai dakwaan yang dianggapnya tidak jelas atau kabur mengenai penerimaan uang dalam kasus ini. Hal tersebut, kata Jaksa, sudah masuk dalam pokok perkara dan harus dibuktikan dalam persidangan.
“Terhadap alasan tersebut, kami meminta majelis hakim menolak keberatan terdakwa dan penasehat hukum terdakwa,” pungkas Jaksa Agus.
Begitu juga mengenai poin eksepsi penasihat hukum yang menyatakan dakwaan penuntut umum tidak jelas dalam menguraikan siapa yang berinisiatif dalam pemberian uang. Menurut penasihat, tidak jelas apakah terdakwa yang berinisiatif atau pemberi uang.
“Ini akan lebih lebih lanjut dibuktikan di persidangan,” tandas Jaksa.
Angie sendiri didakwa karena diduga telah mewnerima hadiah yakni suap senilai Rp 12,58 miliar dan USD 2,35 juta untuk pengurusan anggaran proyek wisma atlet SEA Games di Kemenpora dan pembahasan anggaran Direktorat Pendidikan Tinggi, Kemenetrian Pendidikan Nasional.
Politisi Demokrat itu dijerat dengan dakwaan alternatif yaitu Pasal 12 huruf a jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999, pasal 5 ayat (2) dan Pasal 5 ayat (1) huruf a jo.
Pasal 18 uu no 3, serta pasal 11 jo. Pasal 18 UU no 31 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU no 20 tahun 2001 tentang perubahan atas UU 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Kasus 4
JAKARTA, KOMPAS – Dewan Perwakilan Rakyat sulit diharapkan mau membongkar praktik mafia anggaran yang terjadi di lembaga tersebut dan melibatkan pejabat pemerintah. Partai politik dan politikusnya di DPR diuntungkan dengan kondisi tetap tak terungkapnya praktik mafia anggaran karena mereka mengandalkan pembiayaan politik dari transaksi haram seperti dalam kasus suap di Kementerian Pemuda dan Olahraga serta Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi.
“Setidaknya di dua kasus, Kemenpora dan Kemenkertrans menjadi contoh konkret bahwa praktik mafia anggaran terus berjalan. Sulitnya kita berharap pada politikus untuk memberantas korupsi karena mereka juga terjebak pada agenda dan kepentingan pragmatis,” kata Koordinator Divis Korupsi Politik Indonesia Corruption Watch (ICW) Abdullah Dahlan di Jakarta, Senin (12/9).
Abdullah mencontohkan praktik mafia anggaran yang coba diungkap anggota DPR Wa Ode Nurhayati. Namun yang terjadi, Badan Kehormatan DPR justru memproses yang bersangkutan meskipun dia sebagai penyingkap aib (whistle blower). BK DPR tak pernah memeriksa pihak-pihak yang disebutkan Wa Ode.
“Parpol dan politikusnya mengandalkan permodalan politik dari kongkalikong semacam ini, jadi sulit mereka mau mengungkap praktik mafia anggaran,” kata Abdullah.
Abdullah mengatakan, praktik mafia anggaran dimulai sejak perencanaan, misalnya dalam kasus dana percepatan infrastruktur daerah (DPID) di Kemnakertrans. Dalam perencanaan, orang di lingkaran menteri menawarkan beberapa daerah untuk mendapatkan program atau wilayah proyek DPID. “Tentunya dengan imblana fee tertentu,” katanya.
Koordinator Investigasi dan Advokasi Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) Uchok Sky Khadafi mengungkapkan, anggaran yang sudah disetujui DPR dalam kenyataannya tidak diberikan ke daerah secara gratis. Dalam kasus suap di Kemenpora dan Kemnakertrans, terlihat jelas DPR dan pemerintah saling mengambil uang dari anggaran yang seharusnya untuk daerah.
“Harus ada fee buat parlemen, sementara birokrat kita juga butuh duit . Keduanya saling membutuhkan. Pejabat di kementerian membutuhkan uang untuk biaya kenaikan pangkat dan upeti bagi atasan mereka. Menteri juga membutuhkan uang untuk membantu partai politiknya.
analisis : Dalam artikel Penyelewengan Anggaran yang tertulis pada harian kompas, rabu, 14 September 2011 terdapat beberapa pelanggaran prinsip etika profesi akuntansi yaitu Prinsip pertama : Tanggung Jawab Profesi, Prinsip Kedua : Kepentingan Publik, Prinsip Ketiga : Integritas, Prinsip Keempat : Obyektivitas, Prinsip Kelima : Kompetensi dan Kehati-hatian Profesional, Prinsip Ketujuh : Perilaku Profesional, Prinsip kedelapan : Standar Teknis. Seharusnya seorang akuntan harus menaati prinsip-prinsip etika profensi akuntansi tersebut.
Kasus 5
Trevino (1990) menyatakan bahwa terdapat dua pandangan mengenai faktor – faktor yang mempengaruhi tindakan tidak etis yang dibuat oleh seorang individu. Pertama, pandangan yang berpendapat bahwa tindakan atau pengambilan keputusan tidak etis lebih dipengaruhi oleh karakter moral individu. Kedua, tindakan tidak etis lebih dipengaruhi oleh lingkungan, misalnya sistem reward dan punishment perusahaah, iklim kerja organisasi dan sosialisasi kode etik profesi oleh organisasi dimana individu tersebut bekerja.
Sementara
Volker menyatakan bahwa para akuntan profesional cenderung mengabaikan
persoalan etika dan moral bilamana menemukan masalah yang bersifat
teknis, artinya bahwa para akuntan profesional cenderung berperilaku
tidak bermoral apabila dihadapkan dengan suatu persoalan akuntansi.
Selain
itu Finn Etal juga menyatakan bahwa akuntan seringkali dihadapkan pada
situasi adanya dilema yang menyebabkan dan memungkinkan akuntan tidak
dapat independen. Akuntan diminta untuk teta independen dari klien,
tetapi pada saat yang sama kebutuhan mereka tergantung kepada klien
karena fee yang
diterimanya, sehingga seringkali akuntan berada dalam situasi
dilematis. Hal ini akan berlanjut jika hasil temuan auditor tidak sesuai
dengan harapan klien, sehingga menimbulkan konflik audit. Konflik audit
ini akan berkembang menjadi sebuah dilema etika ketika auditor
diharuskan membuat keputusan yang bertentangan dengan independensi dan
integritasnya dengan imbalan ekonomis yang mungkin terjadi atau tekanan
di sisi lainnya.
Situasi
dilematis sebagaimana yang digambarkan di atas adalah situasi yang
sangat sering dihadapi oleh auditor. Situasi demikianlah yang
menyebabkan terjadinya pelanggaran terhada etika dan sangat wajarlah
apabila ketika para pemakai laporan keuangan seperti investor dan
kreditur mulai mempertanyakan kembali eksistensi akuntan sebagai pihak
independen yang menilai kewajaran laporan keuangan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar